Rumah Adat
Kudus merupakan salah satu rumah tradisional yang terjadi akibat endapan suatu
evolusi kebudayaan manusia, dan terbentuk karena perkembangan daya cipta
masyarakat pendukungnya. Menurut kajian historis-arkeologis, Rumah Adat Kudus
ditemukan pada tahun 1500an M dan dibangun dengan bahan baku 95% berupa kayu
jati (Tectona grandis) berkualitas tinggi dengan teknologi pemasangan sistem
“knock-down” (bongkar pasang tanpa paku). Proses akulturasi arsitektur
tradisional asli Kudus memakan waktu yang cukup panjang, mengingat banyaknya
kebudayaan asing (Hindu, Cina, Eropa, dan Persia / Islam) yang masuk ke kawasan
Kudus dengan waktu yang cukup panjang.
keistimewaan
rumah adat kudus :
Rumah Adat
Kudus, dengan atapnya yang berbentuk “Joglo Pencu”, memiliki kekhasan
(keunikan) dibandingkan rumah-rumah adat yang lain di Indonesia. Rumah Adat
Kudus tidak hanya terletak pada keindahan arsitekturnya yang didominasi dengan
seni ukir kualitas tinggi, tetapi juga pada kelengkapan komponen-komponen
pembentuknya yang memiliki makna filosofis berbeda-beda.
- Seni
ukir
Rumah Adat Kudus merupakan seni ukir 4 (empat) dimensi dengan bentuk
ukiran dan motif ragam hiasnya merupakan gaya perpaduan seni ukir Hindu,
Persia (Islam); Cina,
dan Eropa, dengan tetap ada nuansa ragam hias asli Indonesia. Keunikan
Rumah
Adat Kudus yang juga cukup menarik untuk dicermati adalah kandungan
nilai-nilai
filosofis yang direfleksikan rumah adat ini.Bentuk ukiran dan motif ragam hias ukiran, misalnya : pola
kala dan gajah penunggu, rangkaian bunga melati (sekar rinonce); motif ular
naga, buah nanas (sarang lebah); motif burung phoenix, dan lain-lain.
Tata ruang rumah adat, misalnya :jogo satru /
ruang tamu dengan soko geder-nya / tiang tunggal sebagai simbol bahwa Allah SWT
itu Tunggal/Esa dan penghuni rumah harus senantiasa beriman dan bertakwa
kepada-Nya. Tata letak rumah adat, misalnya arah hadap rumah harus ke selatan,
dengan maksud agar pemilik rumah tidak memangku G. Muria (yang terletak di sebelah
utara) sehingga tidak memperberat kehidupan sehari-hari.
-
Gedhongan
senthong/ruang keluarga yang ditopang empat buah soko guru/tiang penyangga.
Keempat tiang tersebut adalah simbol yang memberi petunjuk bagi penghuni rumah
supaya mampu menyangga kehidupannya sehari-hari dengan mengendalikan empat
sifat manusia: amarah (dorongan untuk melakukan kemaksiatan), lawwamah
(dorongan mengkoreksi diri sendiri), shofiyah (kelembutan hati), mutmainnah
(dorongan untuk berbuat kebajikan).
- Pawon/dapur di bagian
paling belakang bangunan rumah.
- Pakiwan (kamar mandi)
sebagai simbol agar manusia selalu membersihkan diri baik fisik maupun ruhani. Tanaman
di sekeliling pakiwan, misalnya :
- pohon belimbing, yang melambangkan 5 rukun Islam.
- pandan wangi, sebagai simbol rejeki yang harum / halal dan
baik.
- bunga melati, yang
melambangkan keharuman, perilaku baik dan berbudi luhur, serta kesucian abadi
-
·
Tatacara perawatan yang dilakukan
Rumah Adat Kudus juga merupakan kekhasan tersendiri yang mungkin tidak bisa
dijumpai di tempat-tempat lain.
Jenis bahan dasar yang digunakan untuk merawat Rumah Adat Kudus adalah ramuan
yang diperoleh berdasarkan pengalaman empiris yang diwariskan secara
turun-temurun, yaitu ramuan APT (Air pelepah pohon Pisang dan Tembakau) dan ARC
(Air Rendaman Cengkeh). Dengan mengoleskannya secara berulang-ulang, ramuan ini
terbukti efektif mampu mengawetkan kayu jati, sebagai bahan dasar Rumah Adat
Kudus dari serangan rayap dan juga membuat permukaan kayu menjadi lebih bersih
dan mengkilap.